MATERI 3
SYAKAL HURUF ( شكال حروف )
Di dalam Bahasa Arab, untuk memudahkan seseorang membaca teks bahasa arab (khususnya Al Qur’an) sesuai dengan kaidahnya maka harus mengetahui syakal huruf. Syakal huruf disini merupakan tanda baca (harakat) yang ditempatkan pada huruf Arab (huruf hija’iyah) untuk memperjelas gerakan dan pengucapan huruf tersebut. Dengan mengetahui syakal huruf, maka akan memudahkan kita membaca huruf Al Qur’an. Berikut syakal huruf di dalam Al Qur’an :
HARAKAT
|
NAMA
|
BUNYI/FONEM/KET
|
CONTOH
|
َ
|
Fathah
|
a
|
اَ بَ تَ ثَ
|
ِ
|
Kasroh
|
i
|
جِ حِ خِ ذِ
|
ُ
|
Dhummah
|
u
|
دُ رُ زُ سُ
|
ا
|
Alif Khanjariyah
|
aa
|
لاَ, مَا ,نَا, الله
|
ً
|
Fathahtain
|
an
|
شً صً ضً طً
|
ٍ
|
Kasrohtain
|
in
|
ظٍ فٍ كٍ لٍ
|
ٌ
|
Dhummahtain
|
un
|
مٌ نٌ اٌ بٌ
|
ْ
|
Sukun
|
-mati
-diftong
|
مِنْ اَنْ
|
ّ
|
Tasydid
|
Symbol penekanan konsonan (ganda)
|
شَدَّةٌ
|
،
|
Fathah Panjang
|
aa
|
بِئيتِي
|
,
|
Kasroh Panjang
|
ii
|
به
|
~
|
Layar Maddah
|
tanda panjang
|
ومآأَدْرَاكَ
|
م
|
Mim Shagirah
|
Mim kecil tanda baca iqlab
| |
ْ
|
Ashifrul Mustadir
|
Bulatan sempurna diatas huruf mad yang menunjukkan bahwa huruf mad tersebut tidak dibaca panjang baik washol/waqaf
| |
ْ
|
Ash Sifrul Mustathillul Qoim
|
Bulatan lonjong tegak diatas huruf alif, setelah huruf hidup menunjukkan mad. Jika waqaf dibaca panjang, jika washal dibaca pendek
|
Contoh cara membaca :
1. Tanpa Syakal
يأيها المزمل, قم اليل الا قليلا, نصفه اونقص منه قليلا, اوزد عليه ورتل القرآن ترتيلا
2. Bersyakal
يآأَيّهاَ اْلمُزَّمِلُ, قُمِ اْليْلَ اِلاَّ قَلِيْلاَ, نِصْفَهُ اَوِنْقُصْ مِنْهُ قَلِيْلاَ, اَوْزِدْ عَلَيهِ وَرَتّلِ الْقُرْآنَ تَرْتِيْلاَ
Perkembangan tanda baca atau syakal berhubungan erat dengan sejarah kodifikasi (pembukuan) Al Qur’an, sebagaimana disebutkan di dalam kitab Fathul Mannan dijelaskan beberapa fase, yaitu :
1. Zaman Rasulullah saw.,
Bangsa Arab dahulu terkenal dengan tradisi menghafalnya, mereka memiliki kemampuan menghafal yang sangat kuat,sehingga proses menulis adalah suatu hal yang langka. Disamping karena alasan tersebut, pada saat Nabi Muhammad saw hidup, Al Qur’an belum diturunkan secara utuh akan tetapi masih sepotong-potong ayat.
Sehingga, pada masa Nabi Muhammad saw ini Al Qur’an masih dalam hafalan-hafalan para shababat. Adapun, dalam suatu hadis ada yang meriwayatkan mengenai ditulis nya Al Qur’an pada pelepah kurma, lembaran kulit binatang, batu putih dan tulang pundak semua isinya bertuliskan arab gundul tanpa adanya titik, ataupun garis penanda vocal bacaan.
Setelah sepeninggal Rasulullah saw, Al Qur’an banyak tercerai berai dan banyak penghafal Al Qur’an yang meninggal dunia. Sehingga, saat kepemimpinan digantikan oleh Abu Bakr Ash Shiddiq dilakukan pengumpulan dari ayat-ayat Al Qur’an yang dihafalkan oleh para shahabat dan ditulis dalam bentuk shuhuf (lembaran) dan dari lembaran-lembaran itu dijadikan satu menjadi sebuah mushaf (kumpulan lembaran-lembaran) ayat Al Qur’an. Namun dalam fase ini tulisan mushaf masih dalam bentuk arab gundul (tidak ada tanda titik dan garis nya).
2. Zaman Shahabat
Sepeinggal nya Abu Bakr Ash Shiddiq, maka Ustman bin Affan sebagai pengganti kekhalifahan Umar bin Khattab melakukan perbaikan tulisan dari mushaf Al Qur’an setelah menerima laporan dari Hadzaifah bin Yaman dimana orang Syria berselisih dan saling mengkafirkan dengan orang Iraq karena perbedaan cara membaca mushaf Al Qur’an.
Penyeragaman Al Qur’an kemudian dilakukan atas perintah Khalifah Utsman bin Affan dengan dibentuknya panitia khusus dalam menulis Al Qur’an yang terdiri dari Zaid bin Tsabit (sekertaris Rasulullah selama beliau hidup), Abdullah bin Zubair, Sa’id bin Al ‘Asi, dan Abdurrahman bin Harits bin Hisyam.
Dari kepanitiaan tersebut menghasilkan 6 mushaf Al Qur’an yang disebut sebagai mushaf Imam atau mushaf Utsmani dan kemudian disebarkan ke berbagai penjuru negara pemeluk Islam yaitu Makkah, Madinah, Kuffah, Basrah, Syam dan satunya lagi ditinggal bersama dengan Utsman.
Mushaf Utsmani ini juga belum ada huruf-huruf Arab yang bertitik, tidak berharakat, serta tidak ada tanda-tanda I’rab (harakat akhir dalam kalimat Arab).
3. Zaman Tabi’in
Seiring berkembangnya zaman kekuasaan Islam meluas sampai kawasan-kawasan non Arab. Hal ini memunculkan masalah baru, yaitu kesulitan nya orang-orang non arab dalam membaca Al Qur’an yang berbahasa arab gundul. Pada masa ini mulai banyak terdapat kesalahan baca I’rab nya di akhir kalimat ayat-ayat Al Qur’an.
Maka, atas perintah khalifah Mu’awiyah bin Abu Sufyan menugaskan kepada Abu Aswad Ad Du’aliy meminta nya untuk menyusun dasar-dasar suatu ilmu yang bisa memperbaiki kerusakan bahasa dan meng-I’rabkan mushaf Utsmani yaitu fathah dengan titik diatas huruf, kasroh dengan titik di bawah huruf, dhommah dengan titik disamping kiri huruf, dan tanwin dengan menambah titik dobel sedangkan sukun dikosongkan. Penambahan ini dilakukan dengan cara menempatkan tanda-tanda di akhir kalimah menggunakan tinta merah.
Penambahan tanda tersebut, pada zaman itu disebut dengan ‘ilmu dhabtil qur’an yang isinya mencakup pembahasan tentang harakat, bentuk sukun, syiddah, tanda mad serta hamzah.
4. Setelah fase tersebut, Islam semakin berkembang hingga terjadi kasus kesalahan dalam membaca huruf-hurufnya.
Diantara kesalahan-kesalahan dalam menafsirkan bacaan bisa kita contohkan berikut :
Ayat diatas tidak asing bagi kita jika sudah sering membaca Al Qur’an karena ayat tersebut berada di surat Al Fatihah ayat 5, yang berbunyi :
Ayat diatas memiliki arti “Hanya kepada Mu kami memohon pertolongan”. Sedangkan jika kita salah membaca nya dengan :
Memiliki arti : “Aku kirimkan kepadamu seorang budak, dan aku kirimkan uang sebanyak 70”.
Berawal dari situlah maka, Nashr bin ‘Ashim dan Yahya bin Ya’mur yang keduanya merupakan murid dari Abul Aswad Ad Du’aliy menemukan jalan keluar dengan memberi titik pada 14 huruf hijaiyah, yaitu :
ب ت ث ج خ ذ ز ش ض ظ غ ف ن
5. Masa Dinasti Abbasyiyah
Pada masa ini Islam mengalami puncak kejayaan nya dan semakin meluas di seluruh penjuru dunia. Hal ini menimbulkan keinginan besar pemeluk Islam di negara-negara non Islam untuk memahami dan mengenali Al Qur’an sehingga diperlukan penyempurnaan dalam penulisan Mushaf Al Qur’an agar mudah dibaca oleh orang non Arab. Maka, Imam Kholil bin Ahmad yang memiliki latar belakang dikenal sebagai pahlawan ilmu nahwu serta tanda baca menyumbangkan ide nya untuk merombak karya Abul Aswad Ad Dualiy dan menggantinya dengan aturan syakal yang sampai saat ini kita pakai di dalam Al Qur’an, baik cetakan Indonesia maupun cetakan Arab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar